Perumpamaan "Politik Septic Tank" dan Janji pada Papua

Anda bisa menjadi kolumnis !

Kriteria (salah satu): akademisi,pekerja profesional atau praktisi di bidangnya,pengamat atau pemerhati isu-isu strategis,ahli/pakar di bidang tertentu,budayawan/seniman,aktivis organisasi nonpemerintah,tokoh masyarakat,pekerja di institusi pemerintah maupun swasta,mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Daftar di sini

Kirim artikel

Editor Sandro Gatra

SABTU,jam 10.30 waktu Indonesia barat (WIB) atau 12.30 waktu Indonesia timur (WIT),17 Agustus 2024,saya mendengarkan rekaman video pidato Ketua DPR Puan Maharani hari Sabtu 16 Agustus 2024,di Gedung Parlemen Senayan,Jakarta,sambil membaca ulang buku berjudul Yth Bapak Presiden - Pesan untuk Indonesia Sejahtera dan Berkeadilan. Buku ini dicetak pertama pada Juni 2014 oleh PT Gramedia.

Pada jam itu,telepon gengam saya berdering. Teman lama,seorang wartawan senior yang tahun 2000 bertugas di Istana Kepresidenan,Wolas Krenak,menelepon saya dari Jayapura,Papua.

Langsung saya tanya apakah dia sudah mengikuti upacara hari ulang tahun kemerdekaan RI yang diploklamirkan di Jakarta,17 Agustus 1945?

“Upacara penghormatan Sang Merah Putih di Jayapura baru saja selesai,” jawab Wolas.

Kemudian dia balas bertanya pada saya,“Apakan Anda ikut perayaan kemerdekaan di Kabupaten Penajam Paser Utara,Kalimantan Timur?”

Saya jawab,“Tidak,saya ada di kota tempat Republik Indonesia ini diproklamirkan.”

Kemudian kami membahas tentang perayaan proklamasi kemerdekaan ke-79 di berbagai tempat di Indonesia hari Sabtu itu,termasuk yang berlangsung di Penajam Paser Utara.

Dalam pembicaraan kami,muncul berkali-kali kosa kata “demi Indonesia sentris” perayaan meriah dan “tidak ada kata mahal untuk kemerdekaan” diadakan di Penajam Paser Utara.

“Kalau betul-betul Indonesia sentris dan tidak Jawa Sentris,di Papua juga perlu didirikan kantor atau istana presiden semacam di Bali,Cipanas,Yogyakarta dan Bogor. Itu kan juga janji presiden terpilih dalam pemilihan presiden bulan Juli 2014,” ujarnya lagi.

Selanjutnya,Wolas Krenak berkisah tentang pengalamannya menjadi moderator pertemuan silaturahmi antara para tokoh masyarakat Papua dengan presiden terpilih dalam pemilihan presiden secara langsung pada Juli 2014,di Wisma Haji Pondok Gede Jakarta Timur,jam 19.00 WIB,Rabu,13 Agustus 2014.

Dalam pertemuan silaturahmi itu,kata Wolas,presiden tepilih ini dilantik,akan berkunjung ke Papua.

“Setelah itu beliau berkeinginan membangun rumah peristirahatan negara di tepi Danau Sentani (Papua). Maksudnya membangun rumah negara atau istana negara seperti Istana Cipanas,Istana Yogyakarta,Istana Tapak Siring di Bali dan Istana Presiden di Bogor,“ Wolas Krenak berkisah.

“Sampai kini janji itu dan janji-janji lainnya belum terwujud sepenuhnya atau juga yang tidak ditepati... janji tinggal janji... bulan madu hanya dimulut,” katanya sambil ketawa bercanda.

Menurut Wolas,para tokoh Papua yang hadir dalam pertemuan itu antara lain Prof Dr Yohana Susan Yembise dari Universitas Cenderawasih (Uncen),Abepura.

“Ketika itu saya perkenalkan Ibu Yohana kepada presiden terpilih. Setelah pelantikan presiden Oktober 2014,Ibu Yohana diangkat menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan,” ujar Wolas.

Penafian: Artikel ini direproduksi dari media lain. Tujuan pencetakan ulang adalah untuk menyampaikan lebih banyak informasi. Ini tidak berarti bahwa situs web ini setuju dengan pandangannya dan bertanggung jawab atas keasliannya, dan tidak memikul tanggung jawab hukum apa pun. Semua sumber daya di situs ini dikumpulkan di Internet. Tujuan berbagi hanya untuk pembelajaran dan referensi semua orang. Jika ada pelanggaran hak cipta atau kekayaan intelektual, silakan tinggalkan pesan kepada kami.
©hak cipta2009-2020 Aceh Life Network      Hubungi kami   SiteMap